Kedudukan Orangtua Rasulullah.SAW

Di dalam sebuah hadis yang diriwayatkan dari Anasbahwa seseorang telah bertanya kepada Rasulullahsaw, ”Wahai Rasulullah dimanakah ayahku? Beliau saw menjawab, ’di Neraka.’Ketika orang itu berlalu, maka (Rasul) memanggilnya dan mengatakan,’Sesungguhnya ayahku dan ayahmu di neraka.” (HR. Muslim)

Di dalam hadis lain yang juga diriwayatkan oleh Muslim dari Abu Hurairah bahwasanya Rasulullah saw bersabda, ”Aku meminta izin kepada Tuhanku untuk memohon ampun buat ibuku. Maka Dia tidak mengizinkanku dan aku meminta izin untuk menziarahi kuburnya maka dia mengizinkanku.”
Syeikh Athiyah Saqar mengatakan bahwa para ulama telah membicarakan tentang kedua orang tua Nabi saw dan mereka berdua telah meninggal sebelum diutusnya Nabi saw menjadi seorang Rasul saw. Sekelompok ulama mengatakan bahwa mereka berdua selamat (dari neraka) seperti halnya orang-orang ahli fatrah–orang-orang yang hidup setelah masa nabi Isa as hingga diutusnya Nabi Muhammad saw, pen—sebagaimana firman-Nya: Artinya : “Dan Kami tidak akan mengazab sebelum Kami mengutus seorang rasul.” (QS. Al Isra : 15)

Sementara para ulama yang lain mengatakan bahwa mereka berdua bukanlah orang-orang yang beriman. Mereka berdalil dengan hadis Abu Hurairah di atas yang dikuatkan oleh firman Allah swt ;Artinya : “Tiadalah sepatutnya bagi nabi dan orang-orang yang beriman memintakan ampun (kepada Allah) bagi orang-orang musyrik, walaupun orang-orang musyrik itu adalah kaum kerabat (nya), sesudah jelas bagi mereka, bahwasanya orang-orang musyrik itu adalah penghunineraka jahanam.” (QS. Al Isra : 113)

Lembaga Fatwa Mesir Bereaksi Keras Salah satu lembaga yang bereaksi keras terhadap pendapat yang menyatakanbahwa kedua orang tua nabi itu kufur adalah lembaga fatwa Mesir, Dar al-Ifta. Merurut lembaga ini, pernyataan bahwa kedua orang tua  Rasul termasuk kufur dan akan menghuni neraka merupakan bentuk arogansi dan ketidaksopanan.Lembaga yang berpusat di Mesir ini menyatakan bahwa kedua orang Rasul akan selamat dan bukan termasuk penghuni neraka. Pendapat ini menjadi kesepakatan mayoritas ulama.

Tak sedikit ulama yang secara khusus menulis risalah sederhana untuk menjawab kegamangan menyikapi topik ini.Imam as-Suyuthi mengarang dua kitab sekaligus untuk menguatkan fakta bahwa orang tua Muhammad SAWakan selamat. Kedua kitab itu bertajukMasalik al-Hunafa fi Najat Waliday al-Musthafa dan at-Ta'dhim wa al-Minnah bi Anna Waliday al-Mushthafa fi al-Jannah.
Selain kedua kitab tersebut,ada deretan karya lain para ulama, sepertiad-Duraj al-Munifah fi al-Aba' as-Syarifah,Nasyr al-Alamain al-Munifain fi Ihya al-Abawain as-Syarifain,al-Maqamah as-Sundusiyyah fi an-Nisbah al-Musthafawiyyah, danas-Subul al-Jaliyyah fi al-Aba' al-Jaliyyah. Masih banyak kitab lain yang membantah dugaan bahwa orang tua Rasul akan masuk neraka.Dar al-Ifta memaparkan, mengacu ke deretan kitab tersebut, kedua orang tua Rasul hidup pada masa fatrah atau kekosongan risalah.Ketika itu, dakwah tidak sampai pada masyarakat Mekah.

Ulama ahlussunnah sepakat, mereka yang hidup pada periode kevakuman risalah itu dinyatakan selamat. Ini merujuk pada ayat ke-15 surah al-Isra' di atas.Demikian juga tuduhan bahwa keduanya termasuk kaum musyrik yang menyekutukan Allah dengan berhala, tidak benar. Abdullah dan Aminah tetap konsisten dalam keautentikan agama Ibrahim, yaitu tauhid. Fakta kesucian keyakinan kedua orang tua Rasul ini dikuatkan antara lain oleh Imam al-Fakhr ar-Razi dalam kitab tafsirnya Asrar at-Tanzil kala menafsirkan ayat ke 218-219 surah as-Syu'ara.

Imam as-Suyuthi kembali menerangkan soal hadis Muslim pada paragraf pertama. Tambahan redaksional “Dan ayahku di neraka” sangat kontroversial di kalangan pengkaji hadis. Para perawitidak sepakat tambahan tersebut. Sebut saja al-Bazzar, at-Thabrani, dan al-Baihaqi yang lebih memilih tambahan redaksi “Jika engkau melintasi kuburan orang kafir maka sampaikan berita neraka” dibanding, imbuhan bermasalah tersebut.

BERBAIK SANGKALAH

Perlu diketahui bahwa orang tua Rasulullah saw. tidak seperti bapaknya (ada yang berpendapat: paman) nabi Ibrahim As., yang dengan terang-terangan menolak ajakan dakwah beliau. Orang tua Rasulullah saw. juga tidak seperti paman beliau, Abu Thalib, yang pernah dituntun Rasulullah untuk bersyahadat saat sakararatul maut, namun Allah swt. berkehendak lain.

Orang tua Rasulullah saw.sudah meninggal sebelum Rasululah saw. diangkat menjadi nabi. Ayah beliau meninggal saat Rasulullah masih dalam kandungan dan ibunda beliau meninggal saat beliau masih berusia enam tahun. Itu artinya, kedua orang tua beliautidak menemui masa datangnya Islam.
Orang tua Rasulullah saw. juga tidak seperti Amr bin Luhay, yang membawa berhala ke tanah Mekah untuk disembah-sembah. Bukankah Rasulullah saw. sendiri bersabda bahwa beliau dilahirkan dari garis nasab yang istimewa dan terpilih.Sungguh sangat tidak tepat juga jika ada pertanyaan ‘bagaimana hukum Rasulullah saw. saat sebelum diangkat menjadi Nabi, apa muslim atau kafir’? Maka tak elok dan tak tepat jika dijawab kafir juga. Bukankah itu masih dalam masa fatrah?
Dalam sejarah, reaksi keras pernah ditunjukkan oleh Khalifah Umar bin Abdul Aziz ra.. Ketika itu, ia menginstruksikan pegawainya agar mengutamakan para pegawai yang kedua orang tuanya Muslim dan berasal dari etnis Arab.Dengan spontan, sang pegawai menjawab instruksi tersebut dan mengatakan, “Memang masalah? Bukankah kedua orang tua Rasulullah non-Muslim?” Sang Khalifah marah besar. Ia pun langsung memberhentikan pegawainya tersebut agar menjadi pelajaran bagai semua dan tidak sembarangan bicara.

Maka menuruh hemat penulis berlaku husnuzzan lebih baik daripada sebaliknya. Sekalipun kedua orang tua nabi akan melalui ujian melintasi jembatan shirath, seperti halnya umat lainnya maka, tepat ujaran Ibnu Hajar berikut. “Berbaik sangkalah kedua orangtua Rasul merupakan golongan taat saat ujian melintasi jembatan,” kataImam Ibn Hajar al-Asqalani, seperti dinukilkan oleh Dar al-Ifta'.wallahu a’lam
Oleh: Ibram Han

0 Response to "Kedudukan Orangtua Rasulullah.SAW"

.

Total Pageviews

Chat

langganan

Untuk berlangganan artikel, masukan email anda: amal agama